Monthly Archives: July 2014

Catatan Ramadhan 2014 M

Catatan Abadi di Bulan Suci :

  1. Semenjak reformasi di negeri ini umat Islam dihadapkan pada pilihan memulai puasa ramadhan. Bulan Ramadhan tahun ini (2014 M / 1435 H) di Indonesia dimulai pada hari sabtu, tanggal 28 Juni 2014 oleh warga Muhammadiyah dan pada hari minggu, tanggal 29 Juni 2014 oleh Pemerintah dan warga NU. Sebenarnya mudah saja kita memilihnya : (1) Bagi umat Islam yang tidak menjadi warga Muhammadiyah dan tidak menjadi warga NU maka ikutilah pemerintah (2) Bagi warga NU maka ikutilah titah kiayi NU (3) Bagi warga Muhammadiyah maka ikutilah titah kiayi Muhammadiyah. Anda menjadi bingung karena anda : (a) Ingin menyatukan semuanya, sementara anda tidak punya power yang memadai (b) Tidak punya komunitas atau majelis taklim atau tidak punya jamaah yang dapat mengarahkan anda (c) Mungkin anda tidak konsisten.
  2. Masjid harus punya muadzin dan imam yang tetap agar pelaksanaan ibadah shalat tarawih serta ceramah kultumnya menjadi lebih tertib jadwalnya dan materi kultumnya. (1) Masing-masing penceramah diberi tema yang berbeda agar tidak terjadi pengulangan materi dan agar materinya lebih lengkap. Waktu yang singkat harus dikelola secara cermat. (2) Tugas muadzin menjaga waktu shalat yang tepat, tidak molor dan tidak terlambat. Tugas imam memimpin shalat yang khusyuk. Muadzin mengumandangkan adzan saat waktu shalat telah tiba (awal waktu) tanpa diperintah oleh siapapun kecuali oleh Allah dan oleh tanggungjawabnya sebagai muadzin tetap. Muadzin mengumandangkan iqamah menunggu perintah imam atau menunggu timer yang ada (jam penunjuk waktu untuk memulai iqamah). (3) Jangan sampai terjadi tidak ada muadzin tetap, tidak ada imam tetap, dan tidak ada penceramah yang berdisiplin, berakibat menjadikan jamaah shalat isya dan tarawih ada yang dirugikan, misalnya ada seorang jamaah yang sedang melakukan shalat sunnah (shalat tahiyatul masjid dan atau shalat rawatib) diantara adzan dan iqamah menjadi terganggu atau hilang kesempatannya, gara-gara iqamahnya mengikuti pasar bebas (waktu yang tidak jelas yang tidak diketahui oleh para jamaahnya). Perlu ditegaskan bahwa yang mengumandangkan adzan dan iqamah biarlah orang yang sama (bukan wajib dan tidak ada larangannya), dan biarlah iqamah dikumandangkan menunggu perintah imam. (4) Jika tidak ada imam maka yang menjadi imam adalah yang berani mengumandangkan iqamah. Berani ber-iqamah harus berani menjadi imam, bersedia ber-iqamah harus bersedia pula menjadi imam, mampu ber-iqamah harus mampu pula menjadi imam, karena lafadz iqamah adalah mengajak untuk segera memulai dan mendirikan shalat, sehingga jika tidak ada imam berarti dirinyalah yang bersedia untuk memimpinnya (memimpin shalat). Itulah mengapa muadzin dan imam tetap harus ada di setiap masjid, jangan sampai terjadi punya bus kota tidak punya sopir dan kondikturnya. Manajemen masjid harus lebih baik daripada manajemen bus kota.
  3. Membawa anak-anak (anak kecil) untuk shalat dibolehkan, karena Rasulullah pun pernah shalat dan ketika sedang sujud punggungnya dinaiki oleh cucunya. Namun tidak dijelaskan apakah shalatnya di rumah atau di masjid. (1) Jika dilakukan di rumah sendiri, maka bebas membawa anak-anak (bahkan tidak perlu dibawa mereka sudah ada di dekat kita) (2) Namun jika harus diajak ke masjid maka diupayakan anak-anak sudah bisa mengatur kebersihan dirinya sendiri (suci hadatsnya), misalnya bisa pipis sendiri ke luar masjid. Jangan sampai anak kecil yang pipis sembarangan (dan itu tidak salah) menjadikan shalat jamaah lainnya (orang lain yang banyak) menjadi batal karena najisnya (air kencingnya). (3) Betapa merepotkan banyak orang jika karpet dan sajadah orang lain terkena air kencing anak-anak kita, berapa lama karpet harus dicuci dan dijemur hanya karena terkena air kencing anak-anak kita? Maka disarankan anak-anak kecil yang diajak ke masjid, jika belum bisa mengatur tentang waktu kencingnya (memang belum saatnya tahu misal usia sampai 3 tahun, atau sedang sakit perut) mohon benar-benar diperhatikan dengan baik, misalnya diberi pempers yang tebal. Masjid adalah tempat yang baik untuk dikunjungi umat-Nya, namun untuk shalat dan bukan untuk membatalkan shalat, terlebih karena kelalaian kita para orang dewasa (yakni orangtuanya). Niat yang baik harus diikuti cara yang baik pula.
  4. Shaf shalat laki-laki dan perempuan harus sesuai dengan sunnah Rasulullah, yaitu yang laki-laki di depan dan dimulai dari baris paling depan, sedangkan yang perempuan di belakang dan dimulai dari baris paling belakang. Peristiwa ini sering terjadi dan dialami oleh kaum perempuan yang dinistakan oleh takmir masjid yang laki-laki, ketika mereka (kaum perempuan) sudah tertib mengikuti sunnah Rasulullah duduk di paling belakang malah disuruh maju untuk duduk di depan (walau masih di dalam shafnya kaum perempuan), peristiwa tersebut sering terjadi ketika berjamaah shalat ied dan shalat tarawih. Para takmir harus menguasai manajemen Islami, bukan manajemen kafir. Kesempurnaan shalat dimulai dari kesempurnaan shafnya.
  5. Allah yang kita sembah sama, baik di bulan ramadhan maupun di bulan lainnya, maka : (1) Perilaku baik kita di bulan ramadhan mohon dipertahankan, setidaknya untuk shalat wajib bisa selalu di awal waktu (mendapatkan ridha Allah) dan selalu berjamaah (pahalanya dilipatkan 27) di masjid (banyak berkahnya), karena masjid adalah tempat di muka bumi yang paling disukai oleh Allah. (2) Jangan berharap Allah mau datang ke rumah kita jika kita tidak pernah mau datang ke rumah Allah. Jangan berharap Allah akan sering ke rumah kita jika kita tidak sering datang ke rumah Allah. (3) Dengan shalat di masjid maka kesempatan meraup pahala semakin tinggi, yakni (a) dimulai dari banyaknya langkah kaki kiri dan kanan kita masing-masing ada keutamaanya (b) bisa shalat tahiyatul masjid (c) shalat rawatib sunnah muakkad. (4) Untuk shalat yang terbaik dilakukan di rumah adalah shalat sunnah, dan shalat sunnah yang dilakukan di rumah menjadikan rumah bercahaya dan tidak seperti kuburan.
  6. Jika karpet atau lantai masjid kotor dan ketika sujud kita terganggu (karena baunya atau karena kotornya), maka lakukanlah upaya : (1) Membawa sajadah sendiri (2) Memberi infak yang memadai jangan bakhil (3) Menjadi panitia masjid (takmir masjid) yang bisa menjadi bukti dan bakti suri teladan, jangan hanya berkeluh kesah saja.
  7. Melaksanakan yang sunnah berupa makan saur bisa tertib dan tepat waktu, tetapi mendirikan shalat shubuh yang diwajibkan oleh Allah swt malah terlambat bahkan kesiangan, merupakan perbuatan yang sulit dipahami oleh hati yang bersih, dan sulit dimengerti oleh akal sehat.
  8. Sunnah menyegerakan berbuka puasa dilaksanakan dengan tertib, namun bersegera shalat wajib maghrib malah diabaikan. Orang yang seperti itu belum bisa membedakan makna berbuka puasa dengan makan (makan besar) berbuka puasa. Jika sekedar berbuka puasa bisa hanya sekedar dengan satu butir kurma saja atau minum air putih segelas saja sudah sah, tetapi jika harus makan besar (makan nasi dan lauk pauk yang lengkap) itu sudah mengabaikan arti pentingnya shalat awal waktu di saat shalat maghrib. Di sinilah cobaan dan gangguan setan ketika orang sedang berbuka puasa. Sekali lagi bahwa hukum menyegerakan berbuka puasa adalah sunnah, sedangkan hukum shalat maghrib adalah wajib (fardhu ‘ain).

Mohon maaf jika tidak berkenan, dan semoga ada manfaatnya…aamiin.

Wallahu’alam bisshawab.

Yogyakarta, Kamis, 3 Juli 2014

Abu Faqih Abdulghani

HP : 085 643 383838

Categories: Artikel | Leave a comment

Create a free website or blog at WordPress.com.